Indonesian Game Studios di TGS 2013: Artoncode Indonesia

Indra Gunawan (IG): Event seperti TGS itu membuka pintu bagi developer Indonesia untuk bisa melihat langsung industri game dunia. Kalau bagi saya, yang paling efektif adalah B2B-nya (business to business meeting). Dan surprisingly, inisiatifnya bukan hanya dari kami, tapi juga dari mereka. That's a good thing about TGS kemarin.
Anton Budiono (AB): TGS terbukti cukup efektif dengan business meeting match-making system yang disediakan. Para perwakilan dari studio-studio kecil pun dapat bertemu langsung dengan publisher maupun studio-studio lain. Eksibisi nya pun dapat memberikan wawasan lebih tentang apa yang sedang menjadi trend di pasar game di jepang secara menyeluruh. Terutama dengan melihat langsung perkembangan pesat para StartUp Business di negeri sakura tersebut.
(AB): Artoncode membawa produk yang baru saja selesai dikembangkan, seperti Faunia Paw dan Melodi Anak Indonesia.
(AB): Minilik bahwa Jepang adalah salah satu pasar yang sangat sulit ditembus, terus terang cukup mengejutkan karena respon yang kita dapatkan sangatlah positif. Bahkan kedua produk yang kita bawa mempunyai potensi besar untuk pasar Jepang.
(IG): PS4, Vita TV, Xbox One itu menarik. Tapi yang paling menarik adalah ketika saya mampir ke booth university Jepang. Karya-karya universitas itu kalau di Indo sih udah jadi game yang bagus banget. Tapi di Jepang, itu belum ada apa-apanya. Ini menunjukkan betapa jauhnya kualitas kita dengan mereka. Aku rasa standar internasional ini yang harus dibawa ke Indonesia.
(AB): Bagi saya yang sangat menarik dari TGS kemarin ada dua hal, yang pertama adalah minimnya para developer lokal ternama Jepang yang menampilkan game-game mereka. Yang kedua adalah banyakan international game studio terutama dari asia tenggara yang ikut serta meramaikan TGS dengan game-game buatan mereka yang tidak kalah bagusnya dengan studio local jepang. Ini menandakan bahwa perkembangan developer di asia semakin merata.
(IG): IP Management berperan sangat penting dalam proses pengembangan IP. Hal ini disebabkan pengembangan IP di tanah air masih dalam tahap yang masih primitive. Dan salah satu yang sering dihadapi bukan hanya sebatas bagaimana IP itu bisa menjual, tapi juga bagaimana IP tersebut terus bisa bertahan di pasar yang makin agresif dengan hadirnya ribuan IP baru setiap tahunnya. Membuat IP baru itu relative mudah, tapi mengembangkan-nya hingga terus ada di pasar selama bertahun-tahun itu adalah tantangannya.
(AB): Salah satu IP yang paling potensial di Indonesia adalah Vandaria. Dan Vandaria secara tidak langsung juga kita libatkan dalam pertemuan-pertemuan dengan studio lainnya. Namun fokus Artoncode dalam TGS kali ini lebih menitik beratkan kepada bentuk kerjasama yang mungkin bisa dikembangkan dengan studio maupun publisher Jepang. Tujuan utama dari kerja-sama tersebut berhubungan erat dengan membuat Artoncode dikenal di pasar Jepang secara menyeluruh, sehingga pada saat Vandaria nantinya siap untuk dipasarkan ke dunia international, maka tim pengembangnnya sudah punya nama sehingga akan mendapat respon yang jauh lebih baik.
(IG): Indonesia itu masih terlalu kecil untuk berdiri sendiri di sini. Kita butuh bersama-sama untuk dapat exposure Jepang. Artoncode sangat senang bisa jadi bagian dari Indonesian Game Studios.
(IG): Yang pertama tentu saja untuk menunjukkan ke dunia kalau Indonesia itu punya game developer yang bagus. Kita punya talenta-talenta yang sangat bagus. Kami juga mencari partner di Jepang agar game kita bisa di-publish di Jepang. So far, Indonesian Game Studios di TGS ini sangat bagus.
(AB): Artoncode berharap TGS dapat memberikan suntikan motivasi baru bagi studio kecil kami untuk membuat game yang lebih baik. Selain itu kita berharap dapat menjalin kerja-sama dengan publisher dan developer studio dari Jepang, begitu juga kemungkinan untuk IP jepang yang mungkin dapat dikolaborasikan dengan game-game Artoncode.
(IG): Kami mencari partner untuk co-development. Mengerjakan game dengan standar internasional. Yang dibutuhkan studio seperti kami adalah transfer knowledge. Kami punya talent yang sangat bagus, tapi kami butuh experience juga.
(IG): Bukan. Beda dengan outsourcing. Gini lho, jangan sampai kita terus yang mengerjakan produk untuk mereka. Tapi yang ingin kita lakukan adalah mengerjakan produk secara bersama-sama.
(IG)/(AB): Pasti!



















